Satu akar satu keluarga SH Terate dan SH Tunas Muda Winongo


Sering kali kita mendengar Persaudaraan Setia Hati Terate dan Setia Hati Tunas Muda Winongo atau bahkan di daerah masing - masing ada bangunan tugu yang didirikan untuk memberi tahu pada masyarakat bahwa di daerah itu ada aktifitas Persaudaraan Setia Hati Terate atau Setia Hati Tunas Muda Winongo, lebih mengenal dengan sebutan SH Terate dan SH Winongo.

Pada dasarnya kedua padepokan itu adalah satu guru atau satu akar. Beliau adalah Ki Ngabehi Suro Diwiryo pada tahun 1903 yang mendirikan Organisasi pencak silat *Setia Hati* dengan sebutan Silat Djoyo Gendhilo. Organisasi ini didirikan bertujuan untuk mendidik rakyat indonesia yg pada saat itu belum banyak yang sekolah. Intinya adalah menyatukan Rakyat untuk menentang penjajahan Belanda. Persaudaraan antar sesama anggota *SH* disebut STK, Sedoeloer Tunggal Ketjer jika diterjemahkan dalam bahasa indonesia atau secara bebas adalah Saudara yang Memiliki Satu Sumpah.
Dan itu mungkin adalah salah satu tujuan utama Beliau untuk menghimpun kekuatan mempersatukan rakyat dalam rangka mengusir penjajah Belanda dari bumi pertiwi. Karena memang pada dasarnya Pencak Silat sendiri digunakan untuk membela diri pada saat itu. Selain Ilmu Pencak Silat, hal terpenting yg perlu diajarkan dari Organisasi Setia Hati tersebut adalah Ke SH an. Disini tidak akan saya terangkan Ilmu Ke SH an itu apa dan seperti apa, karena sangatlah luas juga biasanya hanya orang - orang yang berkecimpung di dalam organisasi yang boleh tau dengan rinci. Oleh karena itu, kami persilakan pembaca blog ini untuk ikut Organisasi Pencak Silat SH Terate atau SH Winongo agar tau langsung. Pada intinya Ilmu KeSHan itu menyampaikan bahwa *Urip iku kudu Urup* Hidup itu harus bisa menghidupi yg lain.
Dan Pada tahun 1922 Ki Hadjar Harjo Utomo yg merupakan Murid terbaik dari Ki Ngabehi Suro Diwirjo dan atas restu Beliau, Ki Hadjar Harjo Utomo mendirikan Persaudaraan Sport Club. Inti dari Sport Club ini juga untuk menghimpun kekuatan dari pada Rakyat Indonesia untuk menentang Penjajah yang pada saat itu dijajah oleh Belanda (intinya sama dengan tujuan utama Ki Ngabehi Suro Diwirjo).

Namun kegiatan yang mulia ini tercium oleh Pemerintah Kolonialisme dikala itu. Dan pastinya Belanda tidak ingin ada Organisasi Kemasyarakatan yang akan membuat kegiatan Imperialisme nya terganggu. Dan oleh sebab itu Belanda menggunakan cara *De Vide et Impera*. Yakni menghasut Rakyat sekitar bahwa Sport Club yg didirikan Ki Hajar Hardjo Utomo itu adalah *SH Merah* sedang kata kata *Merah* pada saat itu sangatlah identik dengan istilah *Komunis*. Apalagi itu di Kota Madiun. Tak pelak Rakyatpun sangat terganggu, rakyatpun terhasut dan sangat membenci Sport Club yang didirikan Ki Hajar Hardjo Utomo tersebut. Oleh karena itu Ki Hajar Hardjo Utomo meminta arahan dari gurunya Ki Ngabehi Suro Diwirjo, dan atas restu beliau, Dia mengubah nama Persaudaraan Sport Club menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate yang dikenal sampai sekarang ini. semua itu dilakukan agar persepsi Masyarakat pada organisasi itu berubah, dan kembali ikut berjuang untuk merebut Kemerdekaan.

Namun sama halnya dengan Belanda, dia masih saja melakukan hal licik yang digunakan untuk merusak kembali citra dan kemuliaan tujuan organisasi SH Terate tersebut,Belanda menggunakan cara lain untuk menghasut dan mengadu domba Murid-murid Ki Ngabehi Suro Duwiryo/ Eyang suro bahwa Sport Club itu hanyalah pencak silat sempalan. Maka harus dimusuhi, Mereka dihasut bahwa Ki Hadjar Hardjo Utomo telah menghianati gurunya, yakni Ki Ngabehi Suro Diwiryo. Padahal sekalipun tidak dan tidak pernah terjadi!!
Tujuan Eyang Suro dan Ki Hadjar Hardjo Utomo hanya ingin menyatukan rakyat khususnya warga Madiun pada saat itu untuk menentang kolonialisme B elanda yang sangat kejam. Tapi sayang keduanya terhasut dan dampaknya mereka bermusuhan hingga saat ini.

SH Terate dan SH Winongo sejatinya adalah saudara satu tubuh, satu kekuatan, satu jiwa. Tapi sayangnya telah diadu domba oleh Belanda.
Akhirnya Belanda berhasil menangkap Ki Hadjar Hardjo Utomo, dan membuangnya di Digul.
Namun meskipun dibuang ke Digul, perlawanan anak anak SH kepada Belanda tidak pernah padam masih berkobar untuk merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Mereka tetap  memegang teguh KeSHan yg diajarkan oleh gurunya itu.

Namun disayangkan pasca wafatnya Eyang Suro kegiatan SH (Asli) mengalami kemunduran. Hingga pada akhirnya RDH Suwarno berniat baik menghidupkan kembali Organisasi SH, supaya tidak lenyap di Negeri sendiri. Beliau memberi tambahan kata Tunas Muda di depan kata SH, yang bermakna *SH telah Bersinar Kembali.* Sedangkan tambahan Winongo adalah Nama Desa di Kota Madiun tempat berdirinya daripada SH Winongo tersebut.

Kesimpulannya:
SH Terate dan SH Winongo jika dirunut runut adalah satu Keluarga atau satu akar. Dengan Gurunya Ki Ngabehi Suro Diwiryo, atau Eyang Suro pada organisasi *Setia Hati*. Namun pada perjuanganya, dalam rangka merebut kemerdekaan Bangsa Indonesia. Mereka telah berhasil diadu domba oleh Kompeni, sehingga mereka sendiri yang saling bermusuhan dan berlanjut hingga murid - murid penerus nya saat ini.


Pesan ku Wahai saudara - saudara Pendekar/ Warga SH Terate dan SH Winongo. Jaman telah berubah, era telah berubah. Mari kita jalin Persatuan dan Kesatuan kita gunakan untuk mengisi Kemerdekaan, kita lupakan ego, kita lupakan kesombongan dan keangkuhan demi terciptanya Madiun pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya suasana yang damai dan tentrem. Mari amalkan ajaran SH untuk
 *Memayu Hayuning Bawono* dan *Amar Ma'ruf Nahi Munkar*
Sidji Wadah ojo Sampek Petjah!!! Dan jangan sekali kali melupakan sejarah!!!
Selamat Bersuran agung saudaraku. Karena Silat adalah budaya asli bangsa Indonesia yang harus kita lestarikan sampai pada anak cucu kita,jangan sampai anak cucu kita mewarisi kebencian-kebencian yang ditanamkan Kolonial Belanda dimasa lalu.




 

Artikel ini di sarikan dari berbagai sumber (Guru) yang dianggap sahih. Silahkan copy paste ke blog kalian namun tolong jangan lupa cantumkan link blog ini.

0 Response to "Satu akar satu keluarga SH Terate dan SH Tunas Muda Winongo"